Didik Nini Thowok
Didik Nini Thowok
|
|
Nama lahir
|
Didik Hadiprayitno
|
Nama lain
|
Didik Nini Thowok
|
Lahir
|
|
Pekerjaan
|
|
Orang tua
|
Kwee Yoe Tiang (Hadiprayitno) dan Suminah
|
Didik Hadiprayitno, SST (dengan nama lahir Kwee
Tjoen Lian, lalu Kwee Tjoen An) yang lebih dikenal sebagai Didik
Nini Thowok (lahir di Temanggung, Jawa Tengah, 13 November 1954; umur 58 tahun) adalah penari, koreografer, komedian,
pemain pantomim, penyanyi, dan pengajar.
Biografi
Masa Kecil
Didik Nini Thowok terlahir dengan nama Kwee Tjoen
Lian. Karena sakit-sakitan orang tuanya mengubah namanya menjadi Kwee Tjoen An.
Ayah Didik, Kwee Yoe Tiang, merupakan seorang peranakan Tionghoa yang
"terdampar" di Temanggung sedangkan ibunya, Suminah, adalah wanita Jawa asli, asal Desa Citayem, Tjilatjap.
Didik adalah sulung dari lima bersaudara (keempat adiknya perempuan). Setelah G30S/PKI, keturunan Tionghoa diwajibkan mengganti
nama Tionghoa mereka menjadi nama pribumi sehingga nama Kwee Tjoen An pun
menjadi Didik Hadiprayitno.
Kehidupan masa kecil Didik penuh keprihatinan. Ayahnya
bisnis jual beli kulit kambing dan sapi. Ibunya membuka kios di Pasar Kayu. Hidup
bersama mereka adalah kakek dan nenek Didik. Maka keluarga Didik harus hidup
pas-pasan. Sebagai anak dan cucu pertama, Didik selalu dimanja oleh seluruh
anggota keluarga. Selain itu, Didik tidak nakal seperti kebanyakan anak
laki-laki seumurannya. Ia cenderung seperti anak perempuan dan menyukai
permainan mereka, seperti pasar-pasaran (berjualan), masak-masakan, dan ibu-ibuan.
Saat kecil pun Didik diajari oleh neneknya ketrampilan perempuan seperti
menjahit, menisik, menyulam, dan merenda.
Belajar Menari
Saat masih sekolah, Didik suka menggambar dan menyanyi
(suaranya bagus terutama saat menyanyi tembang Jawa). Namun setelah mengenal
dunia tari akibat sering menonton pertunjukan wayang orang yang berupa
sendratari, Didik pun bertekad untuk mempelajari tari. Sayangnya perekonomian
keluarga yang pas-pasan menyulitkan langkah Didik untuk belajar.
Akhirnya Didik meminta teman sekelasnya Sumiasih, yang
pandai menari dan nembang, untuk mengajarinya tari-tarian wayang orang. Menari
bukan hal yang sulit dilakukan, karena selain tubuhnya yang lentur, Didik juga
berbakat. Guru Didik berikutnya adalah Ibu Sumiyati yang mengajarinya dan
ketiga adiknya, tari Jawa klasik gaya Surakarta. Didik membayar guru ini dari
hasil menyewakan komik warisan kakeknya. Didik
juga belajar tarian Bali klasik dari seorang tukang cukur rambut.
Didik berguru pada A. M. Sudiharjo, yang pandai menari
Jawa Klasik juga sering menciptakan tari kreasi baru. Didik ikut kursus menari
di Kantor Pembinaan Kebudayaan Kabupaten Temanggung. Salah satu gurunya adalah
Prapto Prasojo, yang juga mengajar di padepokan tari milik Bagong Kussudiarjo
di Yogyakarta.
Koreografi tari
ciptaan Didik yang pertama dibuat pada pertengahan 1971. Tarian itu diberi
judul “Tari Persembahan”, yang merupakan gabungan gerak tari Bali dan Jawa. Didik tampil pertama kali sebagai penari
wanita; berkebaya dan
bersanggul saat acara kelulusan SMA tahun 1972. Saat itu, didik juga
mempersembahakan tari ciptaannya sendiri dengan sangat luwes.
Kuliah
Setelah lulus SMA, impian Didik untuk melanjutkan
kuliah di ASTI Yogyakarta terbentur pada biaya.
Didik pun bekerja, tak jauh dari kesukaannya, menari. Didik menjadi pegawai
honorer di Kabin Kebudayaan Kabupaten Temanggung dengan tugas mengajar tari di
beberapa sekolah (SD dan SMP), serta memberi les privat menari untuk anak-anak
di sekitar Temanggung.
Dua tahun setelah lulus SMA, Didik bertekad untuk
kuliah di ASTI. Berbekal uang tabungannya, Didik berangkat ke Yogyakarta dan mendaftar di ASTI. Berkat Tari Manipuri, tarian wanita yang
diperagakannya dengan begitu cantik, Didik berhasil memikat tim juri ASTI.
Sehingga Didik diterima dan dinyatakan sebagai mahasiswa ASTI
angkatan 1974.
Pribadinya yang hangat, kocak dan santun tak
menyulitkan Didik untuk mendapat teman. Bersama teman-teman barunya, Didik
menampilkan fragmen tari berjudul Ande-ande Lumut. Didik berperan
sebagai Mbok Rondo Dadapan, janda centil dari Desa Dadapan. Penampilan Didik
sangat memukau mahasiswa ASTI yang lain.
Menjadi anak kost sangat sulit bagi
Didik, karena tak mungkin mengharapkan kiriman dari rumah. Ketrampilan
'perempuan' yang dulu diajarkan neneknya terasa sangat berguna. Didik menerima
pesanan membuat hiasan bordir, juga
menjual hasil kerajinannya, seperti syal dan taplak meja.
Beberapa bulan setelah mulai kuliah, Didik menerima
tawaran dari kakak angkatannya, Bekti Budi Hastuti (Tutik) untuk membantu dalam
fragmen tari Nini Thowok
bersama Sunaryo. Nini Thowok atau Nini Thowong adalah semacam permainan jailangkung yang biasa dimainkan
masyarakat Jawa tradisional. Pementasan ini sangat sukses. Kesuksesannya
membawa trio tersebut pentas diberbagai acara. Merekapun mengemas pertunjukan
mereka dengan konsep yang lebih matang. Saat Sunaryo mengundurkan diri,
posisinya digantikan Bambang Leksono Setyo Aji, teman sekos Didik. Mereka
lantas menyebut kelompok mereka sebagai Bengkel Nini Thowok. Dan di belakang
nama mereka melekat nama tambahan Nini Thowok (berarti: "nenek yang
menyeramkan"). Setelah itu, karier Didik Nini Thowok sebagai penari terus
berlanjut, bahkan Didik sering muncul di televisi.
Didik terus mengembangkan kemampuan tarinya dengan
berguru ke mana-mana. Didik berguru langsung pada maestro tari Bali, I Gusti
Gde Raka, di Gianyar. Ia
juga mempelajari tari klasik Sunda dari Endo Suanda; Tari Topeng Cirebon gaya Palimanan yang dipelajarinya dari tokoh besar Topeng
Cirebon, Ibu Suji. Saat pergi ke Jepang,
Didik mempelajari tari klasik Noh (Hagoromo), di Spanyol, ia
pun belajar tari Flamenco.
Karier
Setelah menyelesaikan studinya dan berhak menyandang
gelar Didik Hadiprayitno, SST (Sarjana Seni Tari), Didik ditawari almamaternya,
ASTI Yogyakarta untuk mengabdi sebagai staff pengajar. Selain diangkat menjadi
dosen di ASTI, ia juga diminta jadi pengajar Tata Rias di Akademi Kesejahteraan
Keluarga (AKK) Yogya.
Filmografi
- Jagad X Code (2009)
- Preman In Love (2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar